Musim-Musim Berlalu
I often think in music.
I live my daydreams in music.
_ Albert Einstein
Minggu, 24 Mei 2015.
Senja yang manja di Tambov yang hening. Konser musik klasik di gereja sudah usai. Mereka yang datang di gereja untuk musik sudah berlalu. Suasana di dalam gereja yang tadinya dipadati, kini kosong melompong. Saya pun meninggalkan gereja menuju park druzhbadi seberang sungai Tsna.
Di sana di tepi sungai Tsna, orang-orang Tambov dan sesekali kawanan mahasiswa dari negara-negara Afrika, datang dan berlalu. Saya di antara mereka, berjalan menuju jembatan, darinya kurenungi gereja-gereja dan biara-biara Orthodoks, saat gurat senja bagai lukisan pada kanvas. Beberapa saat kemudian gelap meliputi Tambov. Saya mesti pulang untuk hal yang lebih penting, untuk Bahasa Rusia yang rumit.
Di jalan pulang ke rumah, saat meninggalkan sungai Tsna, melewati jalan-jalan sepi di depan gereja Orthodoks dengan lonceng-loncengnya yang menggantung sunyi di bawah langit malam Tambov, kuingat lagi konser yang sudah berlalu, konser yang tak terlupakan. Musim-musim yang lalu mengembalikan musisi-musisi yang dirindu orang-orang Tambov. Ada Maria Ariya (soprano), Nikolay Borchev (bariton), Ksenia Dubrovskaya (biola) dan Konstantin Volostnov (organ) serta jiwa mereka yang sungguh profesional. Mungkin benar, sebelum musisi-musisi ini hadir secara fisik di dalam gereja neo-gotik Tambov, sungguh jiwa mereka sudah hadir lebih dulu pada musim lain yang sudah lewat. Kali ini, kehadiran mereka mengingatkan suatu atmosfer yang tetap hidup dalam ingatan sejarah sebagaimana ditegaskan Konstantin Denisov (penanggung jawab konser) sebelum performance musik klasik hari itu:
Pada abad-abad silam di Eropa, pusat kebudayaan masyarakat adalah gereja. Orang-orang berdatangan ke gereja, menyelami saat-saat paling bermakna dalam hidup mereka, di sana mereka menemukan diri di tempat yang tinggi sebagai bagian dari umat dan anak-anak semesta-keluarga-Allah. Untuk menciptakan atmosfer perayaan dan persekutuan, mereka pun menggubah kantata-kantata yang memesona dari zaman Barok: Purcell, Bach, Handel dan lain sebagainya. Musik pada konser kali ini bakal membantu untuk sungguh mengalami atmosfer Hari Raya Paskah umat Kristen – sebuah pesta kuno, tapi senantiasa baru dan aktual.
Malam itu, saat kumasuki halaman gereja, saya tahu, tak ada lagi orang-orang di depan rumah kami di sisi gereja neo-gotik Tambov dan candi-candinya yang menjulang tinggi. Kesunyian begitu saja mengalir turun dari candi-candi gereja. Dalam hati saya tahu, saya baru beberapa bulan menjalani hidup di Tambov. Dengan susah payah saya menghafal kata-kata Rusia dan huruf-hurufnya yang ruwet. Dengan kesulitan yang sama, saya telah belajar melewati dan mencintai musim dingin pertama dalam seluruh hidup saya. Semuanya terasa mengalir, meski kadang tak ada kerelaan untuk mengakrabinya. Tapi musik berhasil mengobati semuanya. Musik telah mencairkan kerumitan-kerumitan itu.
Musik adalah energi yang mampu membangkitkan imajinasi tentang sesuatu yang pernah ada di masa lalu, atau sesuatu yang imajiner yang mungkin kelak ada di masa yang akan datang. Musik yang sama dapat didengar lagi dengan imajinasi yang selalu baru. Di dalam gereja neo-gotik Tambov, lagu-lagu nan indah, nada-nada organ, melodi biola serta suara sihir sopran dan bariton sekonyong-konyong membawa seisi gereja pulang ke abad-abad yang lalu, hingga zaman Barok dan komposer-komposernya yang tetap hidup dalam musik.
Setelah semuanya berlalu, malam ini untuk kesekian kalinya kudapati gereja neo-gotik Tambov bersama daya yang lain. It’s a great beautiful silence. Sebuah kesunyian agung nan indah bekerja di sana. Tak terkatakan, tapi ia ada.
Di dalam gereja, kuingat sore tadi, saat para peminat musik klasik dengan antusias menunggu konser dimulai. Saat orang-orang mengapresiasi penampilan para musisi hebat dari Moskwa dengan aplauseyang tulus dan saat penggemar tertentu secara spontan bangkit dan menyalami violinistsembari menyerahkan sebuket bunga. Semuanya sungguh membekas dalam ingatan. Tapi terlebih kuingat momentitu, pada jedah antara lagu yang satu dengan lagu berikutnya, saat seseorang turun dari balkon dan membuka pintu. Tampak ia berjalan ke luar dengan biola di tangan kiri. Karena berdiri di dekat pintu masuk, mau tak mau dengan rasa percaya diri kuberi salam padanya. Dengan senyum ia pun membalas dengan keramahan yang tak dibuat-buat.
Ksenia Dubrovskaya, violinistnan ramah dan dengan skillsempurna baru saja memukau para pecinta musik klasik hari itu. Jiwanya yang sungguh profesional tampak jelas dalam seluruh ekspresinya ketika ia memainkan not-not yang sungguh dikuasainya. Tapi untuk lagu berikutnya ia tak ingin menunjukkan penampilan “standard”. Ia tak ingin membuang-buang waktu. Di depan gereja, ia melakukan repetisi untuk penampilan selanjutnya. Seorang musisi profesional memang seorang yang sangat disiplin menggunakan waktu.
Ksenia memang pemain biola berbakat dan karismatis di kalangan musisi muda saat ini. Performance-nya selalu menonjol dan menginspirasi berkat kepiawaiannya yang sempurna serta tastedan kemampuan yang luar biasa perihal menyalurkan perasaan dan ide para komposer secara tepat dan subtil. Barangkali ini merupakan alasan mengapa kritikus musik serta penonton di negara-negara yang telah disambangi sangat mengapresiasi setiap penampilannya.
Ksenia lahir di Kolomna, sebuah kota kuno dekat Moskow. Ia lahir dan dididik dalam keluarga musisi. Di usianya yang masih muda ia berhasil memenangkan berbagai kompetisi regional, termasuk Kompetisi Tchaikovsky untuk musisi muda. Seusai ujian akhir di Akademi Musik dengan gelar kehormatan, ia lalu diterima di Konservatorium Negeri (Moskow) untuk belajar biola di bawah bimbingan Profesor Irina Bochkova.
Malam itu, ia dan teman-temannya berlalu meninggalkan Tambov menuju Moskwa dengan night train. Musisi berpostur tinggi ini adalah pemain biola pertama yang membuat saya merasa melihat sosok Hilal dari Alephnya Paulo Coelho. Rasa kagum yang dalam akan musik kemudian membuat saya sejenak melupakan segala kerumitan bahasa Rusia, atau ibarat melihat St. Petersburg dan serasa kota-kota lain di seluruh Rusia tak satu pun yang indah. Kuingat lagi bisikan itu, “Teruslah melangkah,hingga kelak dengan yakin kau bergumam,‘Aku telah melihat jiwa negeri ini.’Di situ tak ada yang lebih indah dari yang namanya rumah.”
Lebih lanjut, musik dan musim-musim di Tambov mengingatkan saya akan Ledalero (Flores), saat Ary Sutedja dan teman-temannya tampil di sana. Saat saya belajar menulis tentang musik klasik di koran, saat sebelum datang ke Rusia dan saya diundang ke kediaman Ary Sutedja di Pamulang (Jakarta) – menyaksikan kediamannya yang unik, serta saat baca ulang Aleph di Rusia dengan tasteyang berbeda, tidak seperti membacanya di tempat lain.
Ksenia Dubrovskaya dan Ary Sutedja atau kelak Aleksander Maykapar, Mikhail Antonov dan Anna Suslova adalah sedikit musisi yang saya kagumi dengan segala keterbatasan saya. Kehadiran mereka secara spontan melahirkan inspirasi dan saya tak bisa tidur dengan nyenyak sebelum menulis tentang perjumpaanku dengan mereka, sebelum semuanya berlalu bersama musim-musim.
Setiap kali mendengar karya-karya mereka, saya seperti terpanggil untuk menulis, untuk melakukan perjalanan mengarungi dunia musik. Setiap kali hadir dalam konser-konser mereka, saya seakan melihat dunia masa lalu, atau juga dunia di masa depan yang penuh warna. Saya lalu berkesimpulan bahwa mendengar musik, khususnya karya-karya komposer besar di setiap perjalanan, membuat seseorang “sadar”, bahwa ia tak pernah sepenuhnya hidup “kini dan di sini”. Ia seakan-akan pulang ke masa lalu, atau berlangkah menggapai masa depan. Ibarat petualang yang “sedang pulang” atau “sedang pergi”, tak-pernah-seorang “yang sedang duduk, atau diam atau tidur”. Di situ saya tahu, musik adalah energi yang sungguh membuat saya “aktif” dan sekali lagi sadar: saya mesti menulis, sebab segalanya mengalir bersama musim-musim, tak pernah kembali.
musim dingin musim hujan
musim semi musim panas
musim gugur musim tanam
musim panen musim libur
musim kawin musim dingin lagi
adakah musim-musim ‘kan kembali?
ataukah mungkin musim-musim abadi?
di Tambov yang hening
dan sungai Tsna teduh di sana
ada keyakinan: musim-musim mengalir,
tiada kembali, bermuara pada Sang Mula
sampai nanti di hamparan Keindahan Mahaagung
Kesunyian Agung bekerja dalam segala rahasiaNya
tak ada lagi musim yang datang, yang mengalir
yang berlalu!
sedangkan malaikat-malaikat
adalah musik yang indah yang jujur
yang magis yang dalam yang damai
yang menyihir yang berlalu tapi tak mati
abadi di Tambov seperti pertemuan biola
dan kau, Ksenia!
“Terima kasih, Ksenia. Terima kasih sahabat-sahabat yang telah hadir di Tambov dan menginspirasi banyak orang dengan kisah-kisah dan pilihan hidup hingga menjadi musisi. Kehadiran dan pengalaman-pengalaman hidup yang pernah kamu bagikan saat sarapan pagi atau saat makan siang bersama di Tambov, itu semua bagai terang yang mengajakku melintasi benua ke negeri-negeri yang nun, meski selalu ada tantangan. Sebagai musisi, kehadiran dan penampilan kamu mengajarkan banyak hal tentang perjuangan, kedamaian, keseimbangan, konsistensi, ketekunan, spiritualitas, mimpi, perjalanan, dedikasi dan pentingnya memberi harga pada tiap perjumpaan dan momentyang tak mungkin datang untuk kedua kalinya.”
Musim-musim terus berlalu, tapi musik sama halnya buku – abadi. Ia membantu menjernihkan pikiran dan pada akhirnya menolong dalam upaya menentukan arah hidup dan mimpi-mimpi. Musik sama seperti buku, teman perjalanan terbaik. Musik serupa buku, ia membawamu ke suatu tempat, melintas batas-batas ruang dan kultur. Musik membuatmu sadar, dari mana engkau datang dan ke mana engkau sedang dan akan berlalu. Atau dalam bahasa Einstein, “Saya sering berpikir dalam musik. Saya menghayati lamunan-lamunan saya dalam musik.”_
Comments
Post a Comment